Malam minggu. Hawa panas dan angin seolah diam tak berhembus. Malam ini saya bermalam di rumah ibu saya. Selain rindu masakan sambel goreng ati yang dijanjikan, saya juga ingin ia bercerita mengenai Presiden Soekarno. Ketika semua mata saat ini sibuk tertuju,
seolah menunggu saat saat berpulangnya Soeharto, saya justru lebih tertarik mendengar penuturan saat berpulang Sang proklamator. Karena orang tua saya adalah salah satu orang yang pertama tama bisa melihat secara langsung jenasah Soekarno.
seolah menunggu saat saat berpulangnya Soeharto, saya justru lebih tertarik mendengar penuturan saat berpulang Sang proklamator. Karena orang tua saya adalah salah satu orang yang pertama tama bisa melihat secara langsung jenasah Soekarno.
Saat itu medio Juni 1970. Ibu yang baru pulang berbelanja, mendapatkan Bapak (almarhum) sedang menangis sesenggukan. "Pak Karno seda" (meninggal) Dengan menumpang kendaraan militer mereka bisa sampai di Wisma Yaso. Suasana sungguh sepi. Tidak ada penjagaan dari kesatuan lain kecuali 3 truk berisi prajurit Marinir (dulu KKO). Saat itu memang Angkatan Laut, khususnya KKOsangat loyal terhadap Bung Karno. Jenderal KKO Hartono - Panglima KKO - pernah berkata , " Hitam kata Bung Karno, hitam kata KKO. Merah kata Bung Karno, merah kata KKO " Banyak prediksi memperkirakan seandainya saja Bung Karno menolak untuk turun, dia dengan mudah akan melibas Mahasiswa dan Pasukan Jendral Soeharto, karena dia masih didukung oleh KKO, Angkatan Udara, beberapa divisi Angkatan Darat seperti Brawijaya dan terutama Siliwangi dengan panglimanya May.Jend Ibrahim Ajie.
Namun Bung Karno terlalu cinta terhadap negara ini. Sedikitpun ia
tidak mau memilih opsi pertumpahan darah sebuah bangsa yang telah
dipersatukan dengan susah payah.Ia memilih sukarela turun, dan membiarkan dirinyamenjadi tumbal sejarah. The winner takes it all. Begitulah sang pemenang tak akan sedikitpun menyisakan ruang bagi mereka yang kalah. Soekarno harus meninggalkan istana pindah ke istana Bogor. Tak berapa lama datang surat dari Panglima Kodam Jaya - Mayjend Amir Mahmud - disampaikan jam 8 pagi yang meminta bahwa Istana Bogor harus sudah dikosongkan jam 11 siang. Buru buru Bu Hartini, istri Bung Karno mengumpulkan pakaian dan barang barang yang dibutuhkan serta membungkusnya dengan kain sprei. Barang barang lain semuanya ditinggalkan. " Het is niet meer mijn huis " - sudahlah, ini bukan rumah saya lagi, demikian Bung Karno menenangkan istrinya.

Dalam catatan Kolonel Saelan, bekas wakil komandan Cakrabirawa," Bung karno diinterogasi oleh Tim Pemeriksa Pusat di Wisma Yaso. Pemeriksaan dilakukan dengan cara cara yang amat kasar, dengan memukul mukul meja dan memaksakan jawaban. Akibat perlakuan kasar terhadap Bung Karno, penyakitnya makin parah karena memang tidak mendapatkan pengobatan yang seharusnya diberikan". (Dari Revolusi 1945 sampai Kudeta 1966) dr. Kartono Mohamad yang pernah mempelajari catatantiga perawat Bung Karno sejak 7 februari 1969 sampai 9 Juni 1970 serta mewancarai dokter Bung Karno berkesimpulan telahterjadi penelantaran. Obat yang diberikan hanya vitamin B, B12 dan duvadillan untuk mengatasi penyempitan darah. Padahal penyakitnya gangguan fungsi ginjal.
-___-
'suara merdeka ol'